BROT

Bimbingan Rohani Online

BROT SEPTEMBER 2021

Blog Single

Ketamakan membahayakan keselamatan jiwa

Dalam suatu kesaksian, ada kisah nyata yang sangat menggugah pendengarnya. Ada seorang Bapak sekaligus kepala rumah tangga yang bekerja keras untuk mensejahterakan keluarganya. Ia bekerja hampir setiap hari, berangkat pagi sekali dan pulang malam sekali. Kekayaan yang ia peroleh melalui usahanya itu membuahkan hasil yang luar biasa. Kekayaannya semakin banyak dan bahkan ia putar lagi untuk membeli aset-aset supaya mendapatkan kekayaan yang lebih berlimpah. Itu baik, namun lama kelamaan, Bapak ini muncul suatu kebiasaan buruk yang diperhatikan oleh istrinya, yaitu enggan untuk berbagi.

Setiap ada permintaan sumbangan umat untuk Gereja maupun komunitas, Bapak ini hampir tidak pernah mau berbagi. Seandainya berbagipun, dilakukan dengan bersungut-sungut dan memperhitungkan untung ruginya. Belum lagi mengenai berbagi pada sesama yang membutuhkan, ia hampir tidak pernah ikut kegiatan sosial bersama lingkungan apalagi secara pribadi. Bapak ini menjadi sosok yang sangat memperhitungkan segala sesuatunya setiap kali ia mengeluarkan uang dari kantongnya.

Bahkan untuk istri dan anak-anak pun, ia sangat kikir. Ini menyebabkan kehidupan keluarganya tidak harmonis dan dipenuhi dengan pertengkaran hampir setiap harinya, baik dengan istri dan anak-anaknya. Kebiasaannya ini semakin tidak terkendali. Ia bahkan sampai melakukan tindak korupsi, dari jumlah sedikit hingga sangat besar. Sampai akhirnya ia terlibat dalam kasus korupsi dan menghancurkan hubungannya dengan keluarganya.

Melalui peristiwa ini membuka matanya bahwa ketamakan dapat mengakibatkan kejatuhan dosa-dosa lain, dan jiwa sungguh menderita karena keterikatannya dengan harta duniawi yang menghancurkan segala yang ia miliki. Seperti yang dikatakan Bapa Suci Paus Fransiskus saat misa di

Santa Marta, “Ketamakan, kelekatan pada uang, menghancurkan manusia, menghancurkan keluarga dan relasi dengan orang lain.” Dari kesaksian ini juga, kita dapat melihat betapa ketamakan sangat merugikan bahkan membahayakan keselamatan jiwa. Pada umumnya orang yang tamak akan jatuh dalam kekikiran, karena dia akan selalu berusaha agar apa yang dimilikinya tidak berkurang sedikitpun, malah kalau bisa harus terus bertambah. Bagi orang

tamak, memberi berarti mengurangi hartanya, kalaupun memberi pasti disertai dengan penuh perhitungan. Orang yang tamak cenderung hanya memikirkan diri sendiri dan kepuasannya.

Melepaskan yang bukan Allah

Ada ungkapan dari St. Yohanes dari Salib mengenai barang-barang duniawi yang mengatakan, “Semakin saya mencarinya, semakin tidak kuperoleh.” Ajaran St. Yohanes menawarkan kepada kita untuk lepas dari keinginan yang tidak terkendali ini karena bila kita berpusat pada mencari harta duniawi maka kita tidak pernah puas dan selalu mencari terus yang tidak ada ujungnya. Meskipun bagi mata dunia harta duniawi adalah hal yang sangat indah dan memuaskan, namun sebaliknya St. Yohanes Salib mau menunjukkan bahwa harta yang dapat memuaskan kita hanyalah harta surgawi, harta kekal. Ia mengatakan, “Segala keindahan dibandingkan keindahan Allah adalah kejelekan belaka.”

Yesus mengatakan “sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Matius 19:24

Secara harafiah tentu tidak mungkin seekor unta yang begitu besar masuk dalam lubang jarum yang begitu kecil. Ayat ini juga merupakan ayat yang “menakutkan” bagi orang-orang kaya. Kadang malah diartikan secara harafiah sehingga timbul tafsiran sendiri bahwa orang tidak boleh memiliki harta karena tidak akan masuk surga. Tentu saja bukan itu yang dimaksud Yesus. Kata “kaya” di sini artinya kelekatan pada kekayaan duniawi, bukan pada barangnya itu sendiri. Sekali lagi, permasalahannya bukan kepada uang atau hartanya, tetapi kelekatan kepada harta tersebut yang membuat jiwa sangat menderita. Kita harus selalu menyadari bahwa tujuan hidup kita adalah bersatu dengan Allah. Kita tidak akan dapat mencapai persatuan dengan Allah jika kita melekat kepada hal-hal yang bukan Allah.

_________________________________________________

Greed endangers the safety of the soul

In a testimony, there is a true story that is very moving for its listeners. There is a father who is also the head of the household who works hard for the welfare of his family. He worked almost every day, leaving early in the morning and returning at night. The wealth he obtained through his efforts yielded extraordinary results. His wealth increased and he even turned again to buy assets in order to get more abundant wealth. That was good, but over time, this man has a bad habit that his wife notices, which is reluctance to share.

Whenever there is a request for donations from the people for the church or community, this gentleman is almost never willing to share. Even if it is shared, it is done with grumbling and calculating the pros and cons. Not to mention about sharing with others in need, he almost never participates in social activities with the environment, let alone personally. This man became a figure who really took into account everything every time he took money out of his pocket.

Even for his wife and children, he was very stingy. This caused his family life to be disharmonious and filled with fights almost every day, both with his wife and children. This habit is getting out of control. He even committed acts of corruption, from small to very large amounts. Until finally he was involved in a corruption case and destroyed his relationship with his family.

Through this event it opened his eyes that greed can lead to the fall of other sins, and the soul really suffers because of its attachment to worldly possessions that destroys everything it has. As the Holy Father Pope Francis said during the Mass in Santa Marta, “Greed, attachment to money, destroys

people, destroys families and relationships with other people.” From this testimony too, we can see how greed is very detrimental and even endangers the salvation of souls.

An uncontrollable instinct to acquire wealth and a tendency to abuse power to obtain wealth will become a blemish that can be dangerous. In general, a greedy person will fall into stinginess, because he will always try so that what he has does not decrease in the slightest, even if he can, it

must continue to increase. For greedy people, giving means reducing their wealth, even if giving must be accompanied by full calculation. Greedy people tend to think only of themselves and their satisfaction.

Letting go of what is not from God

There is a saying from St. John of the Cross concerning worldly goods said, "the more I seek, the less I find." Teachings of St. John offers us to get out of this uncontrollable desire because when we focus on seeking worldly treasures then we are never satisfied and are always looking for endless pursuits.

Although to the eyes of the world worldly possessions are very beautiful and satisfying things, on the contrary St. John of the Cross wants to show that the only treasures that can satisfy us are heavenly treasures, eternal treasures. He said, "All beauty compared to Allah's beauty is sheer ugliness."

Jesus said, “Again I tell you, it is easier for a camel to go through the eye of a needle than for a rich man to enter the kingdom of God.” Matthew 19:24

It is literally impossible for a camel so large to fit through the eye of such a small needle. This verse is also a "scary" verse for rich people. Sometimes it is even interpreted literally so that one's own interpretation arises that people should not own property because they will not go to heaven. Of

course that's not what Jesus meant. The word "rich" here means attachment to worldly wealth, not to the goods themselves.

Again, the problem is not with money or property, but attachment to that property that makes the soul suffer greatly. We must always realize that the purpose of our life is to unite with God. We cannot achieve union with God if we cling to things that are not God.