BROT MINGGU, 18 NOVEMBER 2018 - HARI MINGGU BIASA XXXIII
Bacaan Injil: Markus 13: 24-32
(24) Tetapi pada masa itu, sesudah siksaan itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya (25) dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit, dan kuasa-kuasa langit akan goncang. (26) Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan-awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. (27) Dan pada waktu itupun Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dan akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung bumi sampai ke ujung langit (28) Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat. (29) Demikian juga, jika kamu lihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah bahwa waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. (30) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu terjadi. (31) Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu. (32) Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu , malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.
Sumber: http://www.imankatolik.or.id/kalender.php
Homili:
Untuk Apa Hidup Beragama
Teman-teman, Saya yakin kita semua pernah mendengar mengenai akhir jaman atau kiamat atau kisah tentang kematian. Peristiwa jatuhnya pesawat di Indonesia beberapa waktu yang lalu membuktikan betapa terbatasnya pengetahuan kita tentang datangnya kematian, juga tentang akhir jaman. Ia tiba-tiba datang dan tak disangka-sangka.
Saya tertarik pada ayat yang terakhir pada kutipan Injil hari ini: Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja. Permenungan saya menjadi sangat sederhana ketika menyadari betapa pengetahuan saya sangat terbatas, relasi saya juga sempit, kebijaksanaan saya kerdil. Aku ini tahu apa! Ternyata banyak hal yang tidak dapat saya kuasai di dunia ini.
Anehnya, saya sering sok tahu atau setidaknya merasa lebih tahu dan bijaksana dari pada orang lain... Pada jaman kini, banyak orang meninggalkan hidup beragama karena agama tidak memberi jawaban pada ketidakpastian hidup. Namun, banyak juga yang lupa bahwa apa yang mereka pastikan, misalnya melalui teknologi, tidak pernah sungguh-sungguh memberi hasil akhir yang jelas (dan pasti). Akibatnya banyak orang yang akhirnya mengambil jalan tengah, tetap beragama namun menciptakan ajaran yang memastikan masa depan. Ajaran macam begini hanya memberi hiburan saja, tidak memberi pegangan hidup yang membawa damai. (Perang salib adalah hasil dari pemahaman yang keliru mengenai arti beragama).
Kita beragama dan menerima ajaran Agama kita (Katolik) bukan untuk menambah pengetahuan mengenai Tuhan, bukan untuk membangun kekuasaan, melainkan agar jalan hidup kita sampai kepadaNya. Bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan kita terbatas bukanlah hambatan untuk menemukan jalan Tuhan. Ada banyak tanda-tanda yang menggugah kita untuk selalu berbuat yang baik dan benar, yang bergaung di dalam lubuk hati yang terdalam. Ketika beragama, kita diberi bekal untuk membaca tanda-tanda itu, mengenal simbol-simbol yang muncul dalam hidup keseharian kita. Itu pun tidak akan pernah tuntas dipahami. Dalam keterbatasan dan upaya untuk sempurna, berserahlah kepada penyelenggaraan Tuhan yang tahu segalanya.
Semakin kita mendalami agama kita, semakin kita tahu bahwa kita ini setitik air di pinggir timba. Karenanya, kalau ada yang mendalami agama dan kemudian semakin jumawa (sombong, congkak, sok tahu) bahkan merasa lebih dari orang lain, saya yakin dia keliru dalam beragama. Semoga pesan Yesus pada hari ini meneguhkan kita dalam keterbatasan (pengetahuan, relasi, kebijaksanaan, dll.) untuk tetap berada dalam jalan Tuhan, jalan yang memberi damai bagi diri dan sesama kita, dan sampai kepada-Nya.
Tuhan memberkati!
Salam,
Profil Penulis