BROT

Bimbingan Rohani Online

BROT MINGGU, 31 JANUARI 2021 - Hari Minggu Biasa IV

Blog Single

Bacaan I : Ul 18:15-20

Bacaan II : 1 Kor 7:32-35

Bacaan Injil : Mrk 1:21-28

Urip Mung Mampir Ngombe

Ada pepatah jawa yang mengatakan: urip mung mampir ngombe (hidup hanya mampir minum). Artinya hidup di dunia ini hanya sementara. Jika kehidupan di dunia ini selesai, maka kita akan berpindah menuju kepada kehidupan baru yang dijanjikan Allah kepada kita. Kata bijak itu mengingatkan kita untuk menghargai waktu dan setiap kesempatan yang kita miliki. Karena kesempatan (hidup) tidak datang 2 kali. Dan mungkin seringkali kita terjebak dengan kenikmatan di dunia ini, sehingga melupakan yang pokok untuk kehidupan kita. Secara umum, ada 2 perspektif yang bisa muncul atas kalimat di atas:

1) Hidup ini singkat, maka saya perlu ngombe sak akeh-akehe (menikmati semuanya, sepuas-puasnya). Cara pandang demikian membuat saya akan kehabisan energi karena menginginkan banyak hal dalam waktu yang singkat. Pokoknya semua harus saya dapatkan, meskipun saya harus kehilangan banyak hal untuk mendapatkan apa yang saya inginkan. Ketika waktunya habis, mungkin saya tidak siap untuk ‘pulang’, karena ada sesuatu yang belum kesampaian.

2) Hidup ini singkat, maka tidak perlu menikmati semuanya. Cara pandang demikian membuat hidup terasa lebih ringan, karena tidak ada sesuatu yang harus ngoyo (berlelah-lelah) untuk diusahakan. Semua sudah ada porsinya, sudah ada rejekinya dan sudah ada waktunya. Saya hanya tinggal menjalani kehidupan ini dengan kemampuan saya ditambah sikap pasrah kepada Tuhan. Waktu dan kesempatan yang saya miliki saya gunakan untuk mengupayakan hal-hal pokok, sambil sesekali menikmati ``suguhan´´ yang lain.

Jika kita merenung, apakah saya termasuk no 1 atau no 2? Tentu pengalaman dan waktu yang bisa menjawabnya. Mungkin hari ini saya termasuk no. 1, tapi bisa saja karena saya sadar, saya berubah menjadi no. 2. Dan sebaliknya, mungkin sekarang saya adalah no.2. Tapi karena saya kepengen ini kepengen itu, jadilah saya no. 1. Itulah dinamika kehidupan manusia, yang kadang masih terjebak dalam kenikmatan yang ditawarkan dunia, terutama kenikmatan melalui panca indera (mata, telinga, mulut, lidah dan hidung).

Hari ini saya diingatkan oleh Santo Paulus: Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran (1 Kor 7:32). Santo Paulus mengundang saya untuk melihat kembali apa sing tak ombe (apa yang saya minum, apa yang saya nikmati, apa yang saya cari) selagi saya masih punya kesempatan. Selama ini, hal-hal apa saja sih yang saya terima, yang saya minum, yang saya telan. Apakah semuanya itu membuat saya sehat, membuat saya lebih baik, membuat saya semakin dekat dengan Tuhan sebagai sumber air sejati? Atau malah jangan-jangan, apa yang saya minum itu menimbulkan kekuatiran, ketakutan dan kecemasan dalam hidup saya? Saya menerima atau mempunyai ini dan itu, tapi malah hidup saya diliputi kegelisahan.

Seruan St. Paulus ini mungkin saja menjadi seruan seorang nabi dari tengah-tengah hidup kita, seperti yang tertulis dalam bacaan I (Ulangan 18:15-20). Seruan seperti ini mengingatkan saya bahwa Tuhan selalu ada untuk saya (dan semoga sebaliknya). Maka dengan tegas St. Paulus meminta:

Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya. Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya. Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan. (1 Kor 7:32-34)

Hidup tanpa kekuatiran yang disampaikan Paulus mengarah kepada tujuan yang lebih mulia dan besar, yaitu supaya saya bisa melayani Tuhan tanpa gangguan. Dia menegaskan: Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan (1 Kor 7:35).

Semoga saya tidak lupa, bahwa saya secara pribadi bertanggungjawab untuk melayani Tuhan. Tentu saja ada banyak cara untuk melayani Tuhan. Namun secara khusus saya diingatkan untuk melayani Tuhan dalam relasi pribadi dengan DIA. Saya belajar untuk menyediakan waktu dan mengarahkan hati kepada Tuhan di tengah segala kesibukan. Sekali lagi, bukan untuk menghalang-halangi kebebasan pribadi, tapi untuk memberikan porsi yang tepat dalam relasi saya dengan Tuhan. Karena hanya Tuhanlah Sumber Air Sejati, Sumber Air Kehidupan yang bisa menyegarkan kita (bdk Yoh 4:10-14). Dia yang menjamin hidup kita, dari awal sampai pada akhirnya. Itulah iman kita kepadaNya.

Memusatkan perhatian pada perkara Tuhan juga menjadi bahan untuk saya renungkan. Hidup saya pendek dan saya mau memusatkan perhatian saya kepada Tuhan, seperti DIA selalu memperhatikan saya. Syukur-syukur saya bisa melayani Tuhan tanpa gangguan, tanpa harus direpotkan aneka tawaran yang membuat saya lupa bahwa saya urip mung mampir ngombe. Semoga saya selalu ingat untuk datang kepada Tuhan, sebagai sumber air kehidupan yang memberikan kelegaan dalam hati dan hidup saya.

Selamat berhari minggu. Keluarga Kudus memberkati kita semua.